cara mengamalkan sholawat maal

Nataijulibadah (buah/hasil dari ibadah) adalah taqwa. Bagaimana cara agar ibadah-ibadah yang kita lakukan berbuah taqwa ? Prinsip-prinsip yang harus diwujudkan : iman kepada Allah, berislam, bertindak ihsan, tawakal atas segala urusan, cinta kepada Allah dan rasulNya, menumbuhkan harap atas ibadah yang dilakukannya, ibadah diiringi rasa takut kepadaNya, mengiringi ikhtiar dengan do'a Ulamalulusan Universitas Al-Azhar ini menyatakan bahwa rezeki berlimpah akan mendatangi Anda jika mengamalkan Sholawat 3333 kali dan bisa lebih banyak lagi tujuh ribu atau sepuluh ribu kali, hingga 15 kali setiap hari. (BACA JUGA:Ijazah Sholawat Maal 10 Kenali Penyakit Cacar Monyet atau Monkeypox: Penyebab, Gejala, dan Cara Pengamalannyaharus diawali dengan membaca sholawat dan salam sebanyak satu kali. Muhammad Zaairul Haq menjelaskan lebih lanjut tentang cara mengamalkan surat Ali Imran tersebut. Menurut dia, pengamalannya harus diawali dengan membaca sholawat dan salam sebanyak satu kali. Cikal Bakal Berdirinya Baitul Maal situs-islam . TERPOPULER. 1 Salahsatu sholawat yang dianjurkan untuk diamalkan adalah sholawa Sebagai umat Nabi Muhammad SAW, kita dianjurkan untuk selalu bersholawat kepadanya. Rabu, 1 Juni 2022 SholawatWahidiyah adalah rangkaian do'a Sholawat Nabi (Shollallohu 'alaihiwasallam) sebagaimana tertulis di dalam lembaran Sholawat Wahidiyah, termasuk tatacara dan adab pengamalannya; (Lihat Cara Pengamalan ) b. Sholawat Wahidiyah ; Alhamdulillah, Bifadl-lillah warahmatih, pengamalnya banyak dikaruniai berbagai manafaat dan faedah Site De Rencontre Pour Femme Entre Femme. IJAZAH SHOLAWAT MAAL HARTA أَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً يَكْثُرُ بِهَا مَالِيْ وَيَسْتَقِيْمُ بِهَا حَالِيْ وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ Allahumma Shalli Alaa Sayyidinaa Muhammadin Sholaatan Yaktsuru Bihaa Maalii Wa Yastaqimu Bihaa Haalii Wa Alaa Aalihii Washohbihii Wasallim. Artinya "Ya Allah limpahkan sholawat kepada Junjungan kita Nabi Muhammad, dengan barokah sholat ini mohon dibanyakkan hartaku dan diistiqomahkan ibadahku, sholawat juga untuk keluarga dan para sahabat beliau". Sholawat ini didapat melalui sebuah ilham langsung yang diajarkan oleh Allah kepada Qusyairi Siddiq waliyullah, diteruskan oleh waliyullah KH Abdul Hamid bin Abdillah Pasuruan Jawa timur. Dan tertulis dalam kitab kumpulan sholawat pilihan WASILATUL HARRIYAH yang ditulis oleh Al-Mukarrom KH Achmad Qusyairi Siddiq. Sholawat ini untuk mengatasi masalah kemiskinan, hutang, dan ingin banyak harta namun juga bagus ibadahnya serta akhlaqnya. Karena banyak orang yang setelah mendapatkan kekayaan dia menjadi malas beribadah dan kikir. Fadhilah dan keutamaan sholawat ini akan membawa pembacanya - Senang membaca sholawat dan dapat semua fadilah sholawat, antara lain hatinya tenang, diampuni segala dosanya, diberi banyak pahala, Allah dan para malaikat cinta dan bersholawat kepadanya, serta dijauhkan dari su’ul khotimah, siksa kubur dan neraka. - Yakin segala hajat dunia akan dikabulkan, segera terhindar dari masalah kemiskinan, tekanan hutang dan diganti dengan kecukupan, kekayaan, dan senang bersholawat, ibadah dan shodakoh/infak/zakat. - Tidak tertarik lagi dengan mengejar kecukupan dan kekayaan dengan cara tidak halal baik pesugihan, togel, menipu, mencuri, korupsi, dan lain sebagainya. BAGI YANG KEPEPET KEUANGAN ATAU TERTEKAN HUTANG DIJAMIN DUA MALAM AKAN TERATASI. RIZKI YANG DI USAHAKAN ATAU YANG TAK TERDUGA AKAN MUDAH DATANG. DAN JIKA DIBACA RUTIN TIAP MALAM MINIMAL 100 KALI MAKA AKAN SEGERA BERKECUKUPAN SERTA KAYA HARTA DAN IBADAH. Cara dan syarat mengamalkan Bertawassul kepada Nabi Muhammad SAW seperti yang tertulis dalam kitab tawassul, terutama tawassul kepada Syekh Jaelani, KH Achmad Qusyairi dan KH Abdul Hamid bin Abdillah waliyullah. Shalawat dibaca di malam hari habis sholat hajat 100 kali. Jika mampu dan ingin segera terkabul hajatnya baca 1000 kali. Dianjurkan baca sambil aktivitas, di semua waktu dan boleh batal wudhu. semakin banyak baca semakin baik dan segera terkabul. JANGAN TUNDA TUNDA LANGSUNG DIAMALKAN AGAR BERKECUKUPAN SELAMANYA TERHINDAR DARI KEMISKINAN DAN HUTANG. DAN SELALU TENTRAM BAHAGIA DI DUNIA AKHIRAT. Semoga Bermanfaat, Barokallahu Fik. SHALAWAT DIIRINGI REBANA?Pertanyaan. Ana ingin menanyakan masalah amaliyah yang membingungkan, yaitu masalah shalawat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa shalawat ini banyak macamnya?Bagaimana cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan sunnah Rasulullah? Apakah dilakukan sendiri atau berjama’ah, dengan suara keras atau sirr pelan?Bolehkah sambil diiringi rebana alat musik?Jawaban. Alhamdulillah, sebelum menjawab pertanyaan saudara Abdullah kami ingin menyampaikan, bahwa amal ibadah akan diterima oleh Allah jika memenuhi syarat-syarat diterimanya ibadah. Yaitu ibadah itu dilakukan oleh orang yang beriman, dengan ikhlas dan sesuai Sunnah ajaran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam .Akan tetapi pada zaman ini, alangkah banyaknya orang yang tidak memperdulikan syarat-syarat di atas. Maka pertanyaan yang saudara ajukan ini merupakan suatu langkah kepedulian terhadap Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberi taufiq kepada kita di atas jalan yang kami sampaikan, bahwasannya shalawat kepada Nabi merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung. Tetapi banyak sekali penyimpangan dan bid’ah yang dilakukan banyak orang seputar shalawat Nabi. Berikut ini jawaban kami terhadap pertanyaan Shalawat Nabi memang banyak macamnya. Namun secara global dapat dibagi menjadi dua. a. Shalawat Yang Disyari’atkan. Yaitu shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada para sahabatnya. Bentuk shalawat ini ada beberapa macam. Syaikh Al Albani rahimahullah dalam kitab Shifat Shalat Nabi menyebutkan ada tujuh bentuk shalawat dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ustadz Abdul Hakim bin Amir bin Abdat hafizhahullah di dalam kitab beliau, Sifat Shalawat & Salam, membawakan delapan riwayat tentang sifat shalawat antara bentuk shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ialah اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ فِي رِوَايَةٍ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌYa, Allah. Berilah yakni, tambahkanlah shalawat sanjungan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya, Allah. Berilah berkah tambahan kebaikan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. [HR Bukhari, Muslim, dan lainnya. Lihat Shifat Shalat Nabi, hlm. 165-166, karya Al Albani, Maktabah Al Ma’arif].Dan termasuk shalawat yang disyari’atkan, yaitu shalawat yang biasa diucapkan dan ditulis oleh Salafush Abdul Muhshin bin Hamd Al Abbad hafizhahullah berkata, ”Salafush Shalih, termasuk para ahli hadits, telah biasa menyebut shalawat dan salam kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika menyebut nama beliau, dengan dua bentuk yang ringkas, yaituصَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ shalallahu alaihi wa sallam danعَلَيْهِ الصّلاَةُ وَالسَّلاَمُ alaihish shalaatu was salaam.Alhamdulillah, kedua bentuk ini memenuhi kitab-kitab hadits. Bahkan mereka menulis wasiat-wasiat di dalam karya-karya mereka untuk menjaga hal tersebut dengan bentuk yang sempurna. Yaitu menggabungkan antara shalawat dan permohonan salam atas Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” [Fadh-lush Shalah Alan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, hlm. 15, karya Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al Abbad]b. Shalawat Yang Tidak Disyari’atkan. Yaitu shalawat yang datang dari hadits-hadits dha’if lemah, sangat dha’if, maudhu’ palsu, atau tidak ada asalnya. Demikian juga shalawat yang dibuat-buat umumnya oleh Ahli Bid’ah, kemudian mereka tetapkan dengan nama shalawat ini atau shalawat itu. Shalawat seperti ini banyak sekali jumlahnya, bahkan sampai ratusan. Contohnya, berbagai shalawat yang ada dalam kitab Dalailul Khairat Wa Syawariqul Anwar Fi Dzikrish Shalah Ala Nabiyil Mukhtar, karya Al Jazuli wafat th. 854H. Di antara shalawat bid’ah ini ialah shalawat Basyisyiyah, shalawat Nariyah, shalawat Fatih, dan lain-lain. Termasuk musibah, bahwa sebagian shalawat bid’ah itu mengandung kesyirikan. [1]2. Cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah sebagai berikut a. Shalawat yang dibaca adalah shalawat yang disyari’atkan, karena shalawat termasuk dzikir, dan dzikir termasuk ibadah. Bukan shalawat bid’ah, karena seluruh bid’ah adalah Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dzikir-dzikir dan do’a-do’a termasuk ibadah-ibadah yang paling utama. Sedangkan ibadah dibangun di atas ittiba’ mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Tidak seorangpun berhak men-sunnah-kan dari dzikir-dzikir dan do’a-do’a yang tidak disunnahkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, lalu menjadikannya sebagai kebiasaan yang rutin, dan orang-orang selalu melaksanakannya. Semacam itu termasuk membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak diizinkan Allah. Berbeda dengan do’a, yang kadang-kadang seseorang berdo’a dengannya dan tidak menjadikannya sebagai sunnah kebiasaan.” [Dinukil dari Fiqhul Ad’iyah Wal Adzkar, 2/49, karya Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr].b. Memperbanyak membaca shalawat di setiap waktu dan tempat, terlebih-lebih pada hari jum’ah, atau pada saat disebut nama Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, dan lain-lain tempat yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaمَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًاBarangsiapa memohonkan shalawat atasku sekali, Allah bershalawat atasnya sepuluh kali. [HR Muslim, no. 408, dari Abu Hurairah].c. Tidak menentukan jumlah, waktu, tempat, atau cara, yang tidak ditentukan oleh syari’at. Seperti menentukan waktu sebelum beradzan, saat khathib Jum’at duduk antara dua khutbah, dan Dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara berjama’ah. Karena membaca shalawat termasuk dzikir dan termasuk ibadah, sehingga harus mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Dan sepanjang pengetahuan kami, tidak ada dalil yang membenarkan bershalawat dengan berjama’ah. Karena, jika dilakukan berjama’ah, tentu dibaca dengan keras, dan ini bertentangan dengan adab dzikir yang diperintahkan Allah, yaitu dengan Dengan suara sirr pelan, tidak keras. Karena membaca shalawat termasuk dzikir. Sedangkan di antara adab berdzikir, yaitu dengan suara pelan, kecuali ada dalil yang menunjukkan harus diucapkan dengan keras. Allah berfirman,وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَDan dzikirlah ingatlah, sebutlah nama Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [Al A’raf/7 205].Ibnu Katsir rahimahullah berkata,”Oleh karena itulah Allah berfirman وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ dan dengan tidak mengeraskan suara, demikianlah, dzikir itu disukai tidak dengan seruan yang keras berlebihan.” [Tafsir Ibnu Katsir].Al Qurthubi rahimahullah berkata,”Ini menunjukkan, bahwa meninggikan suara dalam berdzikir adalah terlarang.” [Tafsir Al Qurthubi, 7/355].Muhammad Ahmad Lauh berkata,”Di antara sifat-sifat dzikir dan shalawat yang disyari’atkan, yaitu tidak dengan keras, tidak mengganggu orang lain, atau mengesankan bahwa Dzat yang dituju oleh orang yang berdzikir dengan dzikirnya berada di tempat jauh, sehingga untuk sampainya membutuhkan dengan mengeraskan suara.” [Taqdisul Asy-khas Fi Fikrish Shufi, 1/276, karya Muhammad Ahmad Lauh].Abu Musa Al Asy’ari غَزَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ أَوْ قَالَ لَمَّا تَوَجَّهَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَفَ النَّاسُ عَلَى وَادٍ فَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّكْبِيرِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ وَأَنَا خَلْفَ دَابَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَنِي وَأَنَا أَقُولُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَقَالَ لِي يَا عَبْدَاللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِKetika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerangi atau menuju Khaibar, orang-orang menaiki lembah, lalu mereka meninggikan suara dengan takbir Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illa Allah. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,”Pelanlah, sesungguhnya kamu tidaklah menyeru kepada yang tuli dan yang tidak ada. Sesungguhnya kamu menyeru Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia bersama kamu dengan ilmuNya, pendengaranNya, penglihatanNya, dan pengawasanNya, Pen..” Dan saya Abu Musa di belakang hewan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau mendengar aku mengatakan Laa haula wa laa quwwata illa billah. Kemudian beliau bersabda kepadaku,”Wahai, Abdullah bin Qais Abu Musa.” Aku berkata,”Aku sambut panggilanmu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepadamu terhadap satu kalimat, yang merupakan simpanan di antara simpanan-simpanan surga?” Aku menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah. Bapakku dan ibuku sebagai tebusanmu.” Beliau bersabda,”Laa haula wa laa quwwata illa billah.” [HR Bukhari, no. 4205; Muslim, no. 2704].3. Membaca shalawat tidak boleh sambil diiringi rebana alat musik, karena hal ini termasuk bid’ah. Perbuatan ini mirip dengan kebiasaan yang sering dilakukan oleh orang-orang Shufi. Mereka membaca qasidah-qasidah atau sya’ir-sya’ir yang dinyanyikan dan diringi dengan pukulan stik, rebana, atau semacamnya. Mereka menyebutnya dengan istilah sama’ atau ini di antara perkataan ulama Ahlus Sunnah yang mengingkari hal Asy Syafi’i berkata,”Di Iraq, aku meninggalkan sesuatu yang dinamakan taghbiir. [2] Yaitu perkara baru yang diada-adakan oleh Zanadiqah orang-orang zindiq ; menyimpang, mereka menghalangi manusia dari Al Qur’an.” [3]Imam Ahmad ditanya tentang taghbiir, beliau menjawab,”Bid’ah.” [Riwayat Al Khallal. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 163].Imam Ath Thurthusi, tokoh ulama Malikiyah dari kota Qurthubah wafat 520 H; beliau ditanya tentang sekelompok orang yaitu orang-orang Shufi di suatu tempat yang membaca Al Qur’an, lalu seseorang di antara mereka menyanyikan sya’ir, kemudian mereka menari dan bergoyang. Mereka memukul rebana dan memainkan seruling. Apakah menghadiri mereka itu halal atau tidak? Ditanya seperti itu beliau menjawab,”Jalan orang-orang Shufi adalah batil dan sesat. Islam itu hanyalah kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Adapun menari dan pura-pura menampakkan cinta kepada Allah, maka yang pertama kali mengada-adakan adalah kawan-kawan Samiri pada zaman Nabi Musa. Yaitu ketika Samiri membuatkan patung anak sapi yang bisa bersuara untuk mereka, lalu mereka datang menari di sekitarnya dan berpura-pura menampakkan cinta kepada Allah. Tarian itu adalah agama orang-orang kafir dan para penyembah anak sapi. Adapun majelis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya penuh ketenangan, seolah-olah di atas kepala mereka dihinggapi burung. Maka seharusnya penguasa dan wakil-wakilnya melarang mereka menghadiri masjid-masjid dan lainnya untuk menyanyi dan menari, Pen. Dan bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidaklah halal menghadiri mereka. Tidak halal membantu mereka melakukan kebatilan. Demikian ini jalan yang ditempuh Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad dan lainnya dari kalangan imam-imam kaum muslimin.” [Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 168-169]Imam Al Hafizh Ibnu Ash Shalaah, imam terkenal penulis kitab Muqaddimah Ulumil Hadits wafat th. 643 H; beliau ditanya tentang orang-orang yang menghalalkan nyanyian dengan rebana dan seruling, dengan tarian dan tepuk-tangan. Dan mereka menganggapnya sebagai perkara halal dan qurbah perkara yang mendekatkan diri kepada Allah, bahkan katanya sebagai ibadah yang paling utama. Maka beliau menjawab Mereka telah berdusta atas nama Allah Ta’ala. Dengan pendapat tersebut, mereka telah mengiringi orang-orang kebatinan yang menyimpang. Mereka juga menyelisihi ijma’. Barangsiapa yang menyelisihi ijma’, ia terkena ancaman firman Allahوَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَاتَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًاDan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. [An Nisa/4115] [4]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dan telah diketahui secara pasti dari agama Islam, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak mensyari’atkan kepada orang-orang shalih dan para ahli ibadah dari umat beliau, agar mereka berkumpul dan mendengarkan bait-bait yang dilagukan dengan tepuk tapak-tangan, atau pukulan dengan kayu stik, atau rebana. Sebagaimana beliau tidak membolehkan bagi seorangpun untuk tidak mengikuti beliau, atau tidak mengikuti apa yang ada pada Al Kitab dan Al Hikmah As Sunnah. Beliau tidak membolehkan, baik dalam perkara batin, perkara lahir, untuk orang awam, atau untuk orang tertentu.” [5]Demikianlah penjelasan kami, semoga menghilangkan kebingungan saudara. Alhamdulillah Rabbil alamin, washalatu wassalaamu ala Muhammad wa ala ahlihi wa shahbihi ajma’in.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1420H/1999M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1]. Lihat Mu’jamul Bida’, hlm. 345-346, karya Syaikh Raid bin Shabri bin Abi Ulfah; Fadh-lush Shalah Alan Nabi n , hlm. 20-24, karya Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al Abbad; Minhaj Al Firqah An Najiyah, hlm. 116-122, karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu; Sifat Shalawat & Salam Kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, hlm. 72-73, karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir bin Abdat [2]. Sejenis sya’ir berisi anjuran untuk zuhud di dunia yang dinyanyikan oleh orang-orang Shufi, dan sebagian hadirin memukul-mukulkan kayu pada bantal atau kulit sesuai dengan irama lagunya [3]. Riwayat Ibnul Jauzi, dalam Talbis Iblis; Al Khallal dalam Amar Ma’ruf, hlm. 36; dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 9/146. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 163. [4]. Fatawa Ibnu Ash Shalah, 300-301. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 169 [5]. Majmu’ Fatawa, 11/565. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 165 Home /B2. Topik Bahasan5 Shalawat.../Bagaimana Cara Shalawat yang...

cara mengamalkan sholawat maal